selamat datang di Indonesia, negeri tercantik sejagat raya. lihatlah keindahan, budaya, insan, kuliner, wisata, keunikan dan apa saja tentang Indonesia

Kamis, 26 Mei 2011

Gereja Puhsarang Kediri, Jawa Timur

Gereja Puh Sarang adalah gereja Katolik yang dibangun oleh Ir. Henricus Maclaine Pont pada tahun 1636 atas permintaan Romo H. Wolters, CM, yang menjabat sebagai pastur paroki Kediri pada waktu itu. Sejak awal pembangunannya, Pastur Wolter mengkonsep gereja ini menjadi sebuah “Gereja Hindu Jawa”, dan harapan beliau sesuai dengan obsesi sang arsitek. Henricus Maclaine Pont merupakan sosok yang ada di balik pembangunan Museum Trowulan. Dia memiliki pengetahuan yang dalam tentang situs Majapahit. Oleh karena itu, Puh Sarang didesain dengan konsep Hindu Jawa dan memiliki kesamaan bentuk fisik dengan Museum Trowulan yang telah hancur pada tahun 1960. Peletakan batu pertama pembangunan gereja dilakukan oleh Mgr. Th. De Backere, CM (Prefektur Apostolik Surabaya kala itu) pada tanggal 11 Juni 1936, bertepatan dengan pesta Sakramen Mahakudus.

Gereja ini terletak di desa Puhsarang Kecamatan Semen Kabupaten Kediri Jawa Timur. Dalam perkembangannya, Gereja Puh Sarang telah mengalami beberapa kali renovasi, penambahan bangunan, dan perluasan areal kompleks. Namun, renovasi tersebut tidak mengubah bentuk asli bangunan induk gereja. Saat ini Gereja Puh Sarang tidak hanya menjadi tempat berlangsungnya misa atau ibadah saja, melainkan sudah dikembangkan juga menjadi tempat ziarah dan obyek wisata religius. Sesuai dengan keinginan Pastur Wolter untuk menampilkan iman Kristiani dan tempat ibadah yang berpadu dengan budaya setempat (Hindu Jawa), Henricus Maclaine pun berhasil mewujudkan keinginan tersebut. Secara sepintas bangunan gereja terlihat seperti sebuah kapal yang menempel di gunung. Hal itu melambangkan kisah yang terdapat di Alkitab tentang bahtera Nabi Nuh yang mendarat di Gunung Ararat. Perahu tersebut menyelamatkan Nuh dan keluarganya yang percaya kepada Tuhan dari air bah yang melanda bumi.

Bangunan yang serupa dengan gunung tersebut merupakan bangunan induk yang merupakan tempat sakral di mana terdapat altar, sakramen mahakudus, bejana baptis, sakristi, dan ruang pengakuan dosa. Hal ini senada dengan budaya Jawa yang melambangkan gunung atau gunungan sebagai tempat suci di mana manusia bisa bertemu dengan penciptanya. Dulunya bangunan ini dikhususkan untuk mereka yang telah dibaptis dan menjadi anggota umat. Namun, saat ini siapapun boleh masuk ke dalam bagian ini asal tidak mengganggu jalannya ibadah. Altar yang ada di Gereja Puh Sarang memiliki bentuk yang khas. Altar ini terbuat dari batu besar yang beratnya 7 ton dan dipahat dengan gambar rusa. Di atas altar terdapat tabernakel dari kuningan tempat menyimpan hosti. Selain itu, di sekitar altar terdapat relief yang dibuat dari batu bata merah yang disusun tanpa semen, hanya menggunakan campuran air, kapur, dan gula. Relief yang berdasarkan pada kisah-kisah di Alkitab tersebut terlihat seperti relief yang biasa terpahat di candi-candi yang ada pada zaman Majapahit.

Selain bangunan induk, di tempat ini terdapat pendopo yang berbentuk ruangan terbuka dan tidak ada hiasannya sama sekali. Dalam tradisi kerajaan, pendopo merupakan tempat persiapan sebelum seseorang masuk ke dalam istana untuk menghadap raja. Demikian halnya dengan pendopo yang ada di Gereja Puh Sarang. Pendopo ini merupakan tempat persiapan sebelum umat mengikuti ibadah, menghadap Tuhan yang menjadi Raja mereka. Keunikan lain Gereja Puh Sarang adalah adanya gapura atau pintu gerbang masuk yang menyerupai candi Hindu. Gerbang ini terbuat dari batu bulat yang banyak ditemui di wilayah Puh Sarang. Untuk dapat melewati pintu gerbang ini, pengunjung harus melewati anak tangga dalam jumlah yang lumayan banyak. Setelah melewati anak tangga, maka pengunjung akan melihat bangunan yang menyerupai Gapura Candi Bentar. Gapura yang berfungsi sebagai menara ini memiliki lonceng serta patung ayam jago di puncaknya.  Di gereja ini tidak hanya bentuk fisik bangunan yang mengandung nilai-nilai filosofis budaya Jawa. Dalam perlengkapan dan tata cara ibadah pun banyak terdapat banyak inkulturasi dengan budaya lokal. Semenjak akhir tahun 1998, di tempat ini diadakan misa pada malam Jumat Legi (kalender Jawa) pada pukul 00.00. Menurut keyakinan orang-orang yang masih menganut paham Kejawen di Jawa Timur, malam Jumat Legi merupakan hari yang baik, hari yang diberkati Tuhan. Maka pada hari itu banyak orang yang mengadakan tirakatan atau berdoa pada malam hari untuk memohon sesuatu kepada Yang Maha Kuasa. Misa malam Jumat Legi ini biasa diiringi dengan gamelan dan tembang Jawa.
Akses menuju Gereja Puh Sarang terbilang mudah karena jalan yang ada sudah cukup baik. Gereja Puh Sarang terletak kurang lebih 20 km arah barat Kota Kediri dan dapat dicapai menggunakan kendaraan pribadi maupun bus. Perjalanan dari Kediri ke Puh Sarang akan memakan waktu sekitar 30 menit. Wisatawan yang ingin mengunjungi tempat ini untuk berziarah ataupun hanya sekedar melihat-lihat saja tidak dipungut biaya sepeserpun. Namun, bagi wisatawan yang membawa kendaraan akan dikenai biaya parkir saat memasuki kawasan Puh Sarang. Tarif parkir untuk mobil Rp 1.000,00, untuk bus Rp 5.000,00, sedangkan untuk sepeda motor hanya Rp 500,00.

Sebagai tempat ibadah sekaligus tempat wisata religius, Gereja Puh Sarang telah melengkapi dirinya dengan berbagai fasilitas. Selain fasilitas standar seperti tempat parkir, toilet, pos keamanan, dan pos kesehatan, ada berbagai fasilitas khusus yang dibangun di tempat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar