selamat datang di Indonesia, negeri tercantik sejagat raya. lihatlah keindahan, budaya, insan, kuliner, wisata, keunikan dan apa saja tentang Indonesia

Kamis, 26 Mei 2011

Honai, Rumah Tradisional Papua


Honai adalah rumah adat masyarakat pegunungan tengah Papua. Bentuk dan ukuran dari setiap rumah Honai itu terlihat sama. Dari permukaan tanah, tinggi rumah Honai mencapai lebih kurang 2 setengah meter.  Bentuk rumah yang dibuat melingkar dan hanya memiliki satu pintu menjadi ciri khas tersendiri dari Honai.  Bangunan rumah ini terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari ilalang yang dirangkai sedemikian rupa hingga tampak bertingkat. Bentuk Honai yang bulat ini, dirancang untuk menghindari cuaca dingin karena tiupan angin yang kencang. Pada bagian tengah Honai dibuat perapian untuk menghangatkan tubuh di malam hari, sekaligus sebagai tempat untuk memasak/membakar ubi jalar, dalam bahasa Dani disebut "Hipere".
Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai sengaja dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela yang bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Honai biasanya dibangun setinggi 2,5 meter dan pada bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai).      

Di dalam rumah Honai ataupun Ebei, tidak terlihat satupun perabotan rumah tangga.  Honai memang menjadi tempat tinggal bagi masyarakat di perkampungan Wamena. Namun untuk tempat tidur, mereka hanya menggunakan rerumputan kering sebagai alas. Alas itu akan diganti dengan rerumputan baru yang diambil dari ladang ataupun kebun, jika telah terlihat kotor.  Di dalam Honai juga tidak ada kursi ataupun meja, mereka menjadikan lantai rumah yang terbuah dari dari tanah sebagai alas duduk. Di dalam rumah Honai juga tidak ada lampu listrik. Untuk penerangan, mereka membuat perapian dengan cara menggali tanah di dasar lantai rumah untuk dijadikan tungku.  Karena Honai tidak memiliki jendela dan penerangan hanya berasal dari api tungku, suasana di dalam rumah itu akan terasa semakin gelap ketika malam tiba.

Honai terdiri dari Honai untuk laki-laki dan perempuan. Honai ditinggali oleh 5 hingga 10 orang dan rumah ini biasanya  dibagi menjadi 3 bangunan terpisah. Satu bangunan digunakan untuk tempat beristirahat (tidur), bangunan lainnya untuk tempat makan bersama dimana biasanya mereka makan beramai-ramai,  dan bangunan ketiga adalah untuk kandang ternak.
Rumah honai juga bisanya terbagi menjadi dua tingkat.  Lantai dasar dan lantai satu dihubungkan dengan tangga dari bambu. Biasanya para pria tidur melingkar di lantai dasar, dengan kepala di tengah dan kaki dipinggir luarnya, demikian juga cara tidur para wanita di lantai satu.
Paket wisata yang seringkali diberikan oleh hotel-hotel di Wamena, salah satunya adalah kesempatan menginap di honai. Pada kenyataannya para turis asing banyak yang menginginkan menikmati tidur di honai, sehingga acara kunjungan di honai beserta kunjungan ketempat para kepala adat merupakan paket wisata yang dikoordinir oleh pemilik hotel. Biasanya para turis dibekali minyak gosok agar badannya tidak digigit oleh kutu yang bisa membuat badan bentol-bentol dan panas. Yang cukup mencengangkan adalah bahwa walaupun hotel menyediakan honai di lingkungan hotel, para turis justru lebih senang tidur di honai beserta para penduduk asli. Mereka sepertinya menginginkan untuk dapat merasakan situasi yang sebenarnya. Jika dibandingkan dengan bentuk rumah adat di daerah lainnya, rumah Hanoi terlihat sangat sederhana.  Namun kesederhanaan itulah yang menjadikan Hanoi terkesan unik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar