selamat datang di Indonesia, negeri tercantik sejagat raya. lihatlah keindahan, budaya, insan, kuliner, wisata, keunikan dan apa saja tentang Indonesia

Jumat, 20 Mei 2011

Prasasti Tugu Jakarta

Prasasti yang dianggap melengkapi keterangan tentang keberadaan Purnawarman sebagai Raja Tarumanagara adalah Prasastu Tugu. Prasasti Tugu ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya Cilincing, Kabupaten Bekasi (sejak 1970-an Cilincing masuk ke dalam wilayah DKI Jakarta) pada tahun 1879 masehi. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.


Pada awalnya Prasasti Tugu dijadikan tontonan dan bahkan dikeramatkan warga yang percaya takhayul. Namun sejak dibaca dan diterjemahkan oleh peneliti Belanda, Prof. H. Kern, batu monolit besar berbentuk seperti telur tersebut dipastikan sebagai prasasti yang dibuat pada masa Kerajaan Tarumanagara.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sansekerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari lima baris melingkari mengikuti bentuk permukaan batu. Kronologinya didasarkan kepada analisis gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Khusus Prasasti Tugu dan Prasasti Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha, citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang sama.

Khusus prasasti Tugu dan prasasti Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang sama. Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya, Prasasti Tugu merupakan prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Purnnawarmman pada tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian (selesai dibangunnya) saluran sungai Gomati dan Candrabhaga.
Para ahli arkeologi menyatakan, prasasti Tugu dibuat pada abad ke-5 Masehi oleh seorang raja Tarumanagara, Purnawarman. Poerbatjaraka menguraikan kata Candrabhaga menjadi dua kata, yakni candra dan bhaga. Kata candra dalam bahasa Sansekerta adalah sama dengan kata sasi dalam bahasa Jawa Kuno.

Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan tongkat yag pada ujungnya dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.
Teks:

- pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyata puri praya
- candrabhagarnnava yayau // pravarddamana dvavice dvatsare crigunaujasa narendradhvajabutena
- crimata purnnavarmmana // prarabhya phalgunemase khata krsna tsami tithau citracukla trayodacya dinai siddhaika vincakai
- ayata shatsahasrena dhanusa (m) sa catena ca dvavincena nadi ramya gomati nirmalodaka // pitamahasya rajasher vvdarya cibiravani.
- bramanair ggosahasrena prayati krtadakshhino.

Bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia isi tulisan prasasti Tugu adalah sebagai berikut:
“dahulu sungai Candrabaga digali oleh Rajadirajaguru yang berlengan kuat (besar kekuasaanya), setelah mencapai kota yang mashur, mengalirlah ke laut. Dalam tahun ke-22, pemerintahannya semakin sejahtera, panji segala raja, yang termashur Purnawarman, telah menggali saluran sungai Gomati yang indah, murni airnya, mulai tanggal 8 bagian gelap bulan Palaguna dan selesai dalam 20 hari. Panjangnya 6122 busur mengalir ke tengah-tengah tempat kakeknya, Sang Rajaresi. Setelah selesai dihadiahkan 1000 ekor sapi kepada para brahmana.”
Dari keterang Prasasti Tugu kita dapat mengetahui bahwa Purnawarman bukan Raja Tarumanagara yang pertama. Tokoh Rajadirajaguru dan Sang Rajaresi, tokoh diluar dari Purnawarman. Prasasti Tugu Cendrung mengisahkan tentang keberadaam Raja yang sangat memperhatikan kesejahtraan rakyatnya. Tentang berita penggalian sungai oleh tokoh Rajadirajaguru, ternyata masih belum jelas tujuan dari pengaliannya. Sampai saat ini banyak penafsiran tentang tujuan dari penggalian sungai tersebut, seperti untuk mencegah banjir, untuk mengairi lahan pertanian. Setelah berhasil melakukan pengalian sungai yang panjangnya kira-kira 11 kilometer, kemudian Purnawarman menghadiahkan sapi sebanyak 1000 ekor kepada para Brahmana.

Pemberian 1000 ekor kepada Brahmana ini justru masih menyimpan sebuah pertanyaan, apakah tujuan dari pemerian sapi tersebut? Penafsiran muncul bahwa tidak mungkin 1000 ekor sapi yang diberikan kepada para brahmana itu sebagai sapi untuk dipotong atau sapi untuk tenaga penarik pedati, sebab sapi dalam agama Hindu dianggap sebagai binatang suci. 1000 ekor sapi ini bisa juga ditafsirkan sebagai simbol dari 1000 nilai kesucian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar