Awal mulanya daerah ini diketemukan oleh orang lio Van Such Telen, tahun 1915. Keindahannya dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan dalam tulisannya tahun 1929. Sejak saat itu wisatawan asing mulai datang menikmati danau yang dikenal angker bagi masyarakat setempat. Mereka yang datang bukan hanya pencinta keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin tahu kejadian alam yang amat langka itu.
Kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Alam Nasional sejak 26 Februari 1992. Panorama Danau Tiga Warna Kelimutu di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, memang penuh misteri yang tak terselami hingga saat ini. Perubahan warna danau yang sering terjadi di tiga kawah terpisah bekas letusan Gunung Kelimutu itu menjadi keunikan yang tak ada duanya di dunia. Danau Kelimutu terletak di puncak Gunung Kelimutu pada ketinggian 1.690 diatas permukaan laut dan secara administratif berada di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Nusa Tengggara Timur. Sekitar 65 kilometer (km) arah timur dari kota Ende, yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat sekitar dua jam.
Danau Kelimutu sesungguhnya merupakan salah satu obyek wisata andalan Flores. Untuk mencapai danau yang terletak sekitar 51 kilometer arah timur dari kota Ende itu, wisatawan bisa menggunakan kendaraan bermotor dari Ende, juga bisa menggunakan bus antarkota. Pemandangan di kawasan itu sangat memesona. Kabut putih tebal yang bergerak perlahan menutupi puncak Gunung Kelimutu (kurang lebih 1.640 meter di atas permukaan laut) merupakan salah satu pemandangan yang sangat khas di sekitar tiga danau berwarna di atas puncak gunung
Tiga danau yang letaknya berdekatan satu sama lain itu juga "tidak bernama". Di sisi timur, terdapat dua danau, yang airnya masing-masing berwarna hijau dan coklat tua. Untuk danau yang berwarna hijau, masyarakat biasanya menyebutnya dengan danau arwah muda-mudi (tiwu nua muri ko'o fai). Yang berwarna coklat tua disebut danau arwah tukang tenung atau orang jahat (tiwu ata polo). Di sisi barat ada satu danau yang berwarna hijau lumut atau gelap, yang biasa disebut danau arwah orang tua (tiwu ata mbupu).Sejumlah kalangan menduga, perubahan warna air di danau itu disebabkan aktivitas gunung berapi Kelimutu, pembiasan cahaya matahari, adanya mikro biota air, terjadinya zat kimia terlarut, serta akibat pantulan warna dinding dan dasar danau. Penjelasan singkat bahwa perubahan warna air ke biru putih (sekarang hijau) dimungkinkan oleh perubahan komposisi kimia air kawah akibat perubahan gas-gas gunung api, atau dapat juga akibat meningkatnya suhu. Sementara itu, meningkatnya konsentrasi besi (Fe) dalam fluida menyebabkan warna merah hingga kehitaman (sekarang coklat tua). Adapun warna hijau lumut dimungkinkan dari biota jenis lumut tertentu.
Bagi masyarakat etnis Lio, Ende, keberadaan Danau Kelimutu di ketinggian 1.690 meter di atas permukaan laut (dpl) itu mempunyai makna magis yang kental. Dalam mitos turun-temurun mereka, kawasan Danau Kelimutu adalah semacam kampung arwah. Pintu gerbangnya, Pere Konde, dipercaya dijaga oleh Konde Ratu, sang penguasa.
Cerita tentang keunikan Danau Kelimutu bukan cerita baru. Ratusan tulisan telah dihadirkan dalam berbagai bahasa dan versi untuk melukiskan keunikan itu. Namun adakah yang pernah menyinggung tentang sisi lain dari Kelimutu? Tidak bisa dimungkiri bahwa Kelimutu ternyata bukan sekadar keunikan danaunya saja. Kelimutu ternyata memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Sayangnya, selama ini para pengunjung Kelimutu masih terfokus pada keunikan Danau Kelimutu saja. Padahal kalau meluangkan waktu untuk berpaling sejenak, melihat keragaman flora dan fauna di sekitarnya, para pengunjung dipastikan akan terkagum-kagum bahwa Kelimutu bukan saja unik, tapi juga indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar