Monumen Proklamasi berdiri di tanah lapang kompleks Taman Proklamasi di Jl. Proklamasi (dahulunya disebut Jl. Pegangsaan Timur No. 56), Jakarta Pusat. Pada kompleks ini juga terdapat monumen dua patung Soekarno-Hatta berukuran besar yang berdiri berdampingan, mirip dengan dokumentasi foto ketika naskah proklamasi pertama kali dibacakan. Di tengah-tengah dua patung proklamator terdapat patung naskah proklamasi terbuat dari lempengan batu marmer hitam, dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah ketikan aslinya. Setelah era reformasi, selain menjadi tempat yang spesial untuk acara peringatan Hari Kemerdekaan RI tiap tahunnya, lokasi ini pun menjadi tempat pilihan bagi berkumpulnya para demonstran untuk menyuarakan pendapat-pendapatnya. Lain halnya ketika sore menjelang. Pada hari-hari yang biasa, para penduduk yang tinggal tak jauh dari lingkungan taman ini kerap berkunjung ke Tugu Proklamasi untuk berbagai aktivitas.
Patung Soekarno berukuran besar yang tingginya 4,5 meter dan di sampingnya adalah patung bung Hatta yang tingginya 4,3 meter. tinggi ke dua patung tersebut melambangkan usia mereka berdua saat pembacaan teks proklamasi. Berat kedua patung tersebut sebesar 2 ton. Di tengah-tengah dua patung proklamator terdapat patung naskah proklamasi terbuat dari lempengan batu marmer hitam yang berskala 1:200 dan beratnya 600 kilo, dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah ketikan aslinya. Dan dibelakangnya dibuat sirip berjumlah 17, yang melambangkan tanggal kemerdekaan R.I. tinggi sirip tersebut 8 meter yang melambangkan bulan kemerdekaan yaitu bulan Agustus. Gajuglan air berjumlah 45 untuk melambangkan tahun kemerdekaan yaitu pada tahun 1945. Tiang yang berada persis disamping patung proklamasi berjumlah 5 buah untuk melambangkan pancasila.
Proklamasi kemerdekaan RI dibacakan untuk pertama kalinya oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 di halaman kediaman Soekarno Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Rumah bersejarah ini, yang dulu disebut "Gedung Proklamasi", sudah tidak ada lagi sejak tahun 1960, Bung Karno menyetujui usul Wakil Gubernur Daerah Chusus Jakarta (DCI) Henk Ngantung agar rumah tersebut direnovasi. Waktu itu Presiden Soekarno sudah bermukim di Istana Negara. Ternyata, renovasi tidak terealisasi. Monumen ini diresmikan pada waktu kemerdekaan RI ke-35, tahun 1980.
Duplikat tugu peringatan setahun Proklamasi Kemerdekaan berdiri di salah satu sudut Taman Proklamasi. Tugu ini pernah dirobohkan pada 1960 dan dibangun kembali pada tahun 1972. Dan pada tanggal 17 Agustus 1972, Tugu Proklamasi diresmikan Menteri Penerangan Budiardjo di lokasi asal, dihadiri banyak tokoh masyarakat dan tokoh politik. Di antara yang hadir adalah mantan Wakil Presiden M. Hatta. Sementara itu, di sebelah kiri berdiri Monumen Proklamator Kemerdekaan dan Tugu Petir (kanan) yang diresmikan pada 1961 menandai lokasi berdirinya Soekarno-Hatta membacakan naskah proklamasi kemerdekaan.
Begitu terbukanya lokasi Monumen yang diresmikan mantan Presiden Suharto pada 17 Agustus 1980 ini, mengakibatkan siapa saja, baik perorangan maupun kelompok bisa memanfaatkan lokasi itu. Tak heran, sejak era Reformas, Monumen Proklamasi dijadikan ajang demo, ajang deklarasi, ajang pentas musik, ajang kongkow, sampai ajang sepakbola di sore hari. Beban Tugu Proklamasi begitu berat, mengakibatkan kondisinya makin parah. Ironisnya, para pemakai, pengunjung, atau kelompok-kelompok yang memanfaatkan lokasi itu, cenderung hanya bisa memakai, tetapi tidak punya kesadaran merawat. Hari demi hari, tugu proklamasi kehilangan nilai kesakralannya. Tidak ada aturan, bahkan seperti ada pembiaran jika kemudian monumen yang begitu tinggi nilai sejarahnya itu menjadi area publik terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar