Bengkulu adalah provinsi di Pulau Sumatera. Di masa lalu daerah ini pernah menjadi ajang persaingan dagang antara Inggris dan Belanda. Mereka berusaha untuk menguasai komoditi lada yang ada di sana. Tahun 1664 Belanda dengan VOC-nya mendirikan kantor pelelangan di sana. Tahun 1670 Sultan Banten mengeluarkan peraturan transaksi lada yang baru. Peraturan itu membuat pihak Belanda mengalami kerugian. Untuk itu, pada tahun 1670 Belanda meninggalkan Bengkulu. Mereka pergi ke Banten dengan tujuan menguasainya. Di sana Belanda berhasil membuat Sultan Banten menandatangani perjanjian tentang hak monopoli perdagangan oleh Belanda. Perjanjian itulah yang kemudian membuat perhatian Belanda hanya tertuju pada Banten. Dan, kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Inggris, melalui EIC-nya, untuk masuk ke Bengkulu. Pihak Bengkulu sendiri sebenarnya juga berkeinginan untuk mengadakan hubungan dagang dengan Inggris. Hal itu ditunjukkan dengan dikirimnya undangan untuk berdagang di wilayah tersebut kepada pusat perdagangan Inggris di Madras (India). Jadi, kedatangan Inggris di Bengkulu diibaratkan “bagaikan pucuk dicinta, ulam pun tiba”. Saat bercokol di Bengkulu inilah Inggris tidak hanya mendirikan bangunan pemerintahan, tetapi juga religi, hunian dan pertahanan. Benteng Marlborough yang akan dibahas dalam artikel ini adalah salah diantaranya.
Benteng Marlborough didirikan oleh East Indian Company (EIC) pada tahun 1713–1719 dibawah pimpinan Gubernur Joseph Callet. Benteng ini konon merupakan benteng terkuat Inggris di daerah Timur setelah Benteng St. George di Madras (India). Benteng ini didirikan di atas bukit buatan, menghadap ke arah kota Bengkulu dan memunggungi Samudera Hindia. Benteng ini pernah diserang dan sebagian dibakar oleh rakyat Bengkulu yang membuat penghuninya menyelamatkan diri ke kapal-kapal mereka dan pergi ke Madras. Mereka baru kembali tahun 1724 setelah perjanjian “diperbaiki”. Pada 1793 serangan besar-besaran dilancarkan lagi yang membuat seorang opsir Inggris, Robert Hamilton, tewas dan tahun 1807 Residen Thomas Parr pun terbunuh pula. Keduanya diperingati dengan pendirian monumen-monumen di kota Bengkulu oleh pemerintah Inggris.Sebagai benteng pertahanan, Marlborough masih berfungsi terus pada masa kekuasaan Hindia-Belanda (1825–1942), Jepang (1942–1945), bahkan pada perang kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak Jepang kalah hingga tahun 1948 benteng itu manjadi markas Polisi Republik Indonesia. Namun, pada tahun 1949–1950 Benteng Marlborough diduduki kembali oleh Belanda. Setelah Belanda pergi, pada tahun 1950 Benteng Marlborough menjadi markas TNI-AD, hingga tahun 1977 diserahkan kepada Dipdikbud untuk di pugar dan dijadikan bangunan Cagar Budaya.
Secara umum Benteng Marlborough yang berada di tepi laut dan mempunyai luas 44.400 meter persegi, mempunyai denah yang berbentuk segi empat. Benteng ini mempunyai bastion di keempat sudutnya. Pintu masuk benteng berada di sisi barat daya berupa bangunan yang terpisah dan berdenah segi tiga. Benteng Marlborough mempunyai parit keliling yang memisahkan bangunan induk dengan bangunan depan. Pada bangunan depan terdapat pintu masuk yang berbentuk lengkung sempurna. Bangunan ini tidak mempunyai ruangan, hanya berupa lorong yang menuju ke jembatan penghubung bangunan utama. Pada lorong tersebut terdapat 4 buah nisan, 2 buah nisan berasal dari masa Benteng York dan yang lainnya berasal dari masa Benteng Marlborough. Pada nisan-nisan tersebut tertera nama George Shaw (1704), Richard Watts Esg (1705), Kames Cune (1737), dan Henri Stirling (1774).
Pada bagian atas bangunan induk terdapat tembok keliling yang mempunyai celah-celah berbentuk segi tiga yang berfungsi sebagai celah intai. Pada bagian belakang bangunan terdapat 2 buah makan dengan nisan yang terbuat dari batu, tetapi sudah tidak dapat dibaca lagi. Bastion-bastion Benteng Marlborough terdapat di sudut utara, timur, dan barat. Di bagian atas setiap bastion terdapat tembok keliling yang memiliki celah intai. Pada bastion selatan masih terlihat sisa rel meriam yang berbentuk lingkaran. Pada dinding sisi utara, selatan dan timur menempel 8 buah cincin besi yang masing-masing berjarak 1 meter.
Pada bastion utara dan barat terdapat beberapa ruangan. Ruangan di bastion utara terdiri dari 2 kamar. Langit-langit ruangannya berbentuk lengkung dan memiliki lubang berdiameter 80 cm yang menembus sampai bagian atas bastion. Sedangkan, ruangan di bastion barat mempunyai 2 kamar yang berfungsi sebagai penjara yang letaknya saling berhadapan. Pada salah satu penjara yang letaknya lebih rendah terdapat lorong yang langit-langitnya terdapat lukisan bintang yang terbuat dari arang.
Di antara bastion utara dan timur, bastion selatan dan barat, dan bastion selatan dan timur terdapat beberapa bangunan. Bangunan antara bastion utara dan timur mempunyai denah persegi panjang dan terbagi dua yang dipisahkan oleh lorong menuju pintu belakang benteng. Bangunan di sebelah kiri terdiri dari 3 ruang, sedangkan bangunan di sebelah kanan terdiri dari 4 ruangan. Pada umumnya jendela-jendela bangunan ini berbentuk persegi panjang. Bagian atas bangunan terdapat atap yang berbentuk pelana dan pada bagian belakangnya terdapat lorong selebar 1 meter.
Bangunan diantara bastion selatan dan barat berdenah persegi panjang dan terbagi dua yang dipisahkan oleh lorong yang menuju pintu gerbang utama. Pintu utama tersebut berbentuk lengkung dan dihiasi oleh tiang semu. Bangunan sebelah kiri terdiri dari 3 ruangan yang disekat oleh tembok. Umumnya jendela dan pintu bangunan ini berbentuk lengkung. Pada ruangan ketiga terdapat pintu yang menuju ke ruangan bastion barat. Bangunan sebelah kanan terdiri dari 7 ruangan yang disekat dengan tembok. Seperti pada bangunan di sebelah kiri, jendela dan pintunya umumnya berbentuk lengkung. Pada salah satu ruangan terdapat lukisan kompas dan tulisan berbahasa Belanda yang dibuat dengan cara menggoreskannya di tembok. Bagian atas bangunan antara bastion selatan dan barat tidak beratap, tapi berupa lantai yang diberi tegel berglasir coklat.
Sedangkan, bangunan di antara bastion timur dan selatan berdenah persegi panjang dan berupa 1 ruangan yang panjang. Jendela-jendela dan pintu pada bangunan ini berbentuk lengkung. Bagian atas bangunan tidak memiliki atap tapi berupa lantai yang diberi tegel berglasir coklat. Sama seperti bangunan antara bastion selatan dan barat pada bagian atas bangunan terdapat tembok keliling yang memiliki celah intai. Pada bagian depan bangunan terdapat sebuah sumur yang berdiameter 1 meter yang dindingnya terbuat dari bata dengan pola ikat dinding Inggris.
Benteng bersejarah peninggalan bangsa Inggris terakhir dipugar pada tahun 1984 ini kondisinya kurang terawat. Akibatnya, kondisi bangunan yang dulu berfungsi sebagai benteng pertahanan militer dan sebagai tempat pengawasan jalur perdagangan tersebut terkesan kumuh. Dinding luar benteng tampak kusam dan ditumbuhi lumut. Sedangkan, dinding dalam benteng yang bercat warna putih, juga mengelupas di banyak tempat dan berjamur. Bahkan di salah satu sudut benteng yang menghadap ke laut, kini telah berubah menjadi tempat pembuangan sampah. Kondisi ini membuat benteng yang sangat kuat itu terlihat jorok. Selain itu, di beberapa dinding benteng yang dibangun tahun 1714 tersebut, terdapat banyak coretan yang merusak keindahannya. Bahkan, sejumlah meriam yang dipasang di atas benteng, juga tidak lepas dari tangan jahil. Sejumlah meriam dipenuhi dengan coretan tangan. Bangunan-bangunan di dalam benteng juga sudah rusak. Bangunan rumah yang memanjang di dalam benteng tersebut, atapnya sudah banyak yang bocor karena gentingnya pecah. Kondisi langit-langit atap tidak kalah memprihatinkan karena sudah jebol di sana-sini. Cat di dinding bangunan ini juga sudah terkelupas dan berjamur sehingga terlihat kusam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar