Malamang atau membuat lamang atau lemang adalah tradisi yang berkaitan dengan upacara keagamaan di Sumatera Barat. Tak hanya pengananan menyambut Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha, tapi yang paling penting adalah upacara kematian dan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Lemang adalah makanan dari beras, pisang, dan tepung yang dimasak dalam buluh, sejenis bambu tipis menggunakan kayu bakar.
Berbeda dengan tradisi membuat lemang di sejumlah daerah di Sumatera, Sulawesi, bahkan Malaysia yang dikaitkan dengan hanya menyambut Idul Fitri dan Idul Adha, di Sumatera Barat, kegiatan membuat lemang dipakai pada sejumlah kegiatan ritual keagamaan yang lebih beragam. Jenis lemang pun dibuat beragam sesuai keperluan tertentu.
Berbeda dengan tradisi membuat lemang di sejumlah daerah di Sumatera, Sulawesi, bahkan Malaysia yang dikaitkan dengan hanya menyambut Idul Fitri dan Idul Adha, di Sumatera Barat, kegiatan membuat lemang dipakai pada sejumlah kegiatan ritual keagamaan yang lebih beragam. Jenis lemang pun dibuat beragam sesuai keperluan tertentu.
Praktek pelaksanaan tradisi malamang ini, dilaksanakan untuk kepentingan tertentu, yaitu : Beberapa hari menjelang datangangnya bulan Ramadhan. Pada hari kedua belas Rabi’ul Awam sebagai menu pada Acara Maulud Nabi,< Pada saat acara perhelatan /acara selamatan. Lemang – lemang yang dibuat untuk kepentingan acara diatas, dihidangkan kepada tamu (atau siapa saja) yang datang pada kegiatan itu. Lamang ini hanya sekedar kudapan atau penganan belaka. Ada yang menghidangkannya pada saat menerima tamu yang berkunjung untuk silaturahmi untuk menyambut datangnya Ramadhan sebagai event yang penting dalam acara saling bermaaf -maafan, termasuk pada saat Hari Raya. Bisa juga dihidangkan ketika sebuah keluarga mengundang warga untuk membaca doa selamat / perhelatan.
Tingkat penghidangan lemang sebagi menu kudapan dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu – seperti halnya rendang sebagai menu utama dalam ragam menu hidangan dan sekitarnya melaksanakan tradisi ” malamang” pada saat acara Maulud Nabi. Biasanya dilakukan pada hari kedua belas Rabiul Awal. Sementara itu, di sebagian masyarakat Minangkabau seperti di Solok, tradisi malamang juga dilaksanakan pada saat memperingati hari kematian. Utamanya pada peringatan empat belas hari kematian, empat puluh hari kematian atau seratus hari kematian. Tujuannya tidak jauh berbeda dengan yang lain, yaitu untuk menjamu tamu.
Ketan yang sudah direndam dengan santan, dimasukkan kedalam bambu yang tahan pembakaran api. Bersihkan daun pisang yang sudah dilayukan. Fungsi daun pisang sebagai lapisan dalam bambu seruas yang telah dipersiapkan, selanjutnya dimasukan beras ketan yang sudah diaduk dengan santan kental serta garam.
Bambu dibakar dalam waktu tertentu, hingga ketan yang ada didalam bambu itu akan masak itu. “Yang sulit itu, mematok takaran santan dengan garam serta beras ketan pada satu ruas bambu itu. Begitu pula dengan pengapiannya. Takaran ketan yang dimasukkan kedalam bambu memerlukan keahlian dan ktrampilan, agar ketan itu tidak menjadi terlalu lembek atau malahan kekurangan santan. Secara awam, dapat kita perkirakan dengan mengumpamakan memasak ketupat ketan, yang takarannya adalah 1/2 dari ruang atau ruas ketupat.
Tradisi melemang yang lebih beragam ini tak ditemukan di semua tempat di Sumatera Barat, tapi hanya di Padangpariaman dan sejumlah tempat lain diluar itu. Ini berkaitan erat dengan ajaran Tarekat Syattariyah yang dibawa Syech Burhanuddin, seorang ulama dari Ulakan, kampung pantai di Kabupaten Padangpariaman yang hidup sekitar tahun 1646 hingga 1704. Konon, Syech Burhanuddin yang terkenal sebagai ulama penyebar Islam di Minangkabau, wilayah yang lebih luas dari Provinsi Sumatra Barat sekarang, mencari cara cerdik agar tidak menolak ajakan makan di rumah warga yang masih terbiasa memakan babi, karena sebagian besar masih beragama Hindu-Budha. Agar tidak memakan makanan yang terkontaminasi babi yang haram, ia menyarankan agar pada saat acara keagamaan yang diikutinya dibuat makanan khusus yang dimasak dalam bambu. Inilah kisah yang dipercayai sebagian orang sebagai awal mulanya lemang.
Melemang dipastikan tidak ada hubungan dengan adat Minangkabau. Ini murni berkaitan dengan ajaran Syech Burhanuddin. Sebagai bukti, makanan lemang tidak pernah disuguhkan dalam acara adat Minangkabau, misalnya saat melantik penghulu atau datuk, acara perkawinan, atau acara adat lainnya, dalam acara adat ini biasanya yang disuguhkan nasi kunyit atau nasi ketan kuning.
Melemang dipastikan tidak ada hubungan dengan adat Minangkabau. Ini murni berkaitan dengan ajaran Syech Burhanuddin. Sebagai bukti, makanan lemang tidak pernah disuguhkan dalam acara adat Minangkabau, misalnya saat melantik penghulu atau datuk, acara perkawinan, atau acara adat lainnya, dalam acara adat ini biasanya yang disuguhkan nasi kunyit atau nasi ketan kuning.
Ada empat jenis lemang yang biasa dibuat masyarakat di Padangpariaman. Lemang paling umum adalah lemang ketan dari beras pulut putih. Lemang lainnya adalah lemang kuning dari tepung beras dicampur kunyit dan air kelapa tua, lemang pisang, dan lemang kanji (mirip dodol). Di Padangpariaman wajib bagi sebuah keluarga memasak lemang atau malamang saat peringatan kematian anggota keluarganya. Peringatan itu dilakukan saat acara doa malam ketiga setelah kematian, malam ketujuh, malam dua kali tujuh (dua minggu), malam ke-40, dan malam ke-100.
Jumlah lemang yang dimasak tergantung perkiraan jumlah tamu yang akan datang melayat dan lamanya acara zikir dan doa. Sebab lemang nanti akan dijadikan bingkisan untuk pelayat sebagai ucapan terima kasih telah membawakan beras dan untuk "orang siak" (alim-ulama) yang melakukan zikir. Jika pelayat diperkirakan sedikit dan acara zikir hanya sampai tengah malam, maka lemang pulut dibuat 30 liter. Itu artinya bisa menghasilkan 60 batang lemang dari buluh berdiameter sekitar 7 cm dengan panjang sekitar 80 cm. Sebab setengah liter beras menghasilkan satu batang lemang. Tapi jika pelayat diperkirakan lebih banyak dan berzikir dilakukan sampai subuh, maka lemang dibuat 100 liter atau menghasilkan 200 batang lemang. Wajib pula dibuat lemang kuning, paling tidak satu batang saja, ini diyakini semacam "panungkek" (tongkat) bagi orang mati di alam kubur, lemang kuning hanya dibuat khusus untuk acara kematian.
Jumlah lemang yang dimasak tergantung perkiraan jumlah tamu yang akan datang melayat dan lamanya acara zikir dan doa. Sebab lemang nanti akan dijadikan bingkisan untuk pelayat sebagai ucapan terima kasih telah membawakan beras dan untuk "orang siak" (alim-ulama) yang melakukan zikir. Jika pelayat diperkirakan sedikit dan acara zikir hanya sampai tengah malam, maka lemang pulut dibuat 30 liter. Itu artinya bisa menghasilkan 60 batang lemang dari buluh berdiameter sekitar 7 cm dengan panjang sekitar 80 cm. Sebab setengah liter beras menghasilkan satu batang lemang. Tapi jika pelayat diperkirakan lebih banyak dan berzikir dilakukan sampai subuh, maka lemang dibuat 100 liter atau menghasilkan 200 batang lemang. Wajib pula dibuat lemang kuning, paling tidak satu batang saja, ini diyakini semacam "panungkek" (tongkat) bagi orang mati di alam kubur, lemang kuning hanya dibuat khusus untuk acara kematian.
Lemang lain yang biasa dibuat sebagai tambahan adalah lemang pisang. Lemang ini berasal dari pisang yang dihancurkan, dicampur dengan beras pulut dan santan pekat, diberi garam dan dimasak dalam bambu. Para pelayat perempuan yang datang membawa beras akan diberi bingkisan 3 hingga 5 potong lemang. Pelayat khusus seperti mertua dan keluarganya yang biasa membawa beras ditambah 10 butir telur akan diberi lemang satu batang. Lemang masing-masing satu batang juga diberi kepada beberapa ulama yang ikut berzikir.
Selain acara kematian, melemang juga dilakukan untuk santapan acara berdoa menyambut bulan Ramadan di rumah warga, Idul Fitri, dan Idul Adha. Tapi dewasa ini jarang dilakukan di Padangpariaman karena sudah banyak yang menggantinya dengan membuat ketupat pulut karena lebih praktis. Melemang lain dan biasanya besar-besaran adalah saat acara peringatan kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal. Jelang peringatan dilakukan di mesjid suku atau di mesjid Nagari (Mesjid Raya), warga beramai-ramai membuat lemang sebagai tambahan makanan. Masing-masing keluarga bisa membuat 50 liter lemang pulut.
Selain acara kematian, melemang juga dilakukan untuk santapan acara berdoa menyambut bulan Ramadan di rumah warga, Idul Fitri, dan Idul Adha. Tapi dewasa ini jarang dilakukan di Padangpariaman karena sudah banyak yang menggantinya dengan membuat ketupat pulut karena lebih praktis. Melemang lain dan biasanya besar-besaran adalah saat acara peringatan kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal. Jelang peringatan dilakukan di mesjid suku atau di mesjid Nagari (Mesjid Raya), warga beramai-ramai membuat lemang sebagai tambahan makanan. Masing-masing keluarga bisa membuat 50 liter lemang pulut.
Tidak bisa dipastikan apakah lemang bermula dari Padangpariaman atau Aceh. Namun penyebaran tradisi lemang sangat terkait dengan pengaruh orang-orang Minangkabau. Termasuk di beberapa daerah di Malaysia, misalnya Negeri Sembilan, yang ikut diteruka (dibuka) oleh orang-orang dari Minangkabau sebelum masuknya bangsa Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar