Masjid Al-Alam atau Masjid Si Pitung ini memang bukan dibangun oleh Si Pitung, Pahlawan di tanah Betawi yang begitu melegenda. Tapi nama Bang Pitung sudah begitu melekat ke masjid tua ini. Masjid tua yang sudah dijadikan bangunan cagar budaya oleh pemerintah sejak tahun 1975 ini, ukurannya memang tidak terlalu besar dan bukanlah bangunan mewah, tapi sejarah yang melekat padanyalah yang menjadikan Masjid ini begitu istimewa. Masjid ini sebelumnya dikenal dengan nama Masjid Aulia Marunda, merupakan salah satu masjid tertua di wilayah Jakarta yang konon dibangun pertama kali oleh Fatahillah dan pasukannya pada 1527 setelah mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa. Saat menyerbu VOC di Batavia pada 1628-1629, pasukan Mataram juga menjadikan Masjid Al-Alam Marunda dan daerah sekitarnya sebagai pangkalannya. Masjid Al-Alam Marunda yang berukuran relatif kecil ini memiliki arsitektur yang merupakan perpaduan gaya Islam-Jawa Pesisir dan Moor.
Ada dua versi pembangunan masjid ini, Riwayat menyebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh Fatahillah Panglima pasukan gabungan Kesultanan Demak dan Cirebon dalam menghadapi pasukan Portugis di Sunda Kelapa (kini Jakarta). Riwayat lain menyebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh para Waliullah hanya dalam satu malam. Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa Fatahillah ketika menyerbu ke Sunda Kelapa bersama para pasukan nya memang ditemani oleh para Waliullah yang memiliki karomah yang tinggi. Pembangunan masjid oleh Fatahillah dan pasukkannya disebutkan dilaksanakan pada tahun 1527M. Di dalam bangunan masjid terdapat lubang kecil berbentuk setengah oval di bagian kiri masjid. Konon, kala itu lubang tersebut sering digunakan untuk mengintai tentara musuh. Masjid ini seringkali disebut Masjid Si Pitung. Beberapa catatan sejarah menyebutkan, sejarah tutur mengisahkan bahwa masjid itu dibangun hanya dalam waktu satu malam.
Namun satu hal yang perlu diluruskan bahwa Fatahillah bukanlah Sunan Gunung Jati. Dua nama tersebut adalah dua tokoh yang berbeda. Sejarah kesultanan Cirebon menyebutkan bahwa Fatahillah adalah Panglima Pasukan Demak dibawah pemerintahan Raden Fatah (Sultan Demak Pertama) yang diperintahkan oleh Sultan untuk berangkat ke Cirebon bergabung dengan pasukan Cirebon untuk menyerbu pasukan Portugis di Sunda Kelapa.Setelah memenangkan perang, Fatahillah memutuskan untuk tidak kembali ke Demak dan mengabdikan hidupnya di kesultanan Cirebon dibawah pemerintahan Sunan Gunung Jati. Makam Fatahillah bersebelahan dengan makam sahabat beliau Sunan Gunung Jati di Komplek pemakaman kesultanan Cirebon di kawasan gunung Sembung, kota Cirebon, provinsi Jawa Barat.
Belakangan masjid Al-Alam, lebih terkenal dengan nama Masjid Si Pitung. Karena menurut cerita tokoh masyarakat setempat, Pahlawan tanah Betawi ini banyak menghabiskan waktunya untuk istirahat dan bersembunyi dari kejaran kompeni. Dulu Bang Pitung menggunakan masjid ini untuk sembunyi dari kejaran tentara Belanda. Konon, kalau dia sembunyi di masjid ini, dia bisa tidak terlihat oleh Belanda. Itu sebabnya, masjid ini sering dibilang sebagai Masjid Si Pitung.
Meski dibangun ratusan tahun lalu, namun bangunan masjid ini cukup terawat walau kondisi ketuaannya tak lagi bisa disembunyikan. Pengaruh arsitektur masjid Demak sangat kental di masjid ini. Beratap Joglo bersusun dua di tutup dengan genteng, ditopang empat sokoguru besar bergaya Eropa tapi pendek. Dilengkapi mihrab yang terlihat gagah ditambah dengan tempat duduk khatib sholat jum’at yang elegan. Sebagaimana masjid masjid tua asli Indonesia, Masjid Al-Alam ini pun tidak dilengkapi dengan menara.
Denahnya empat persegi berukuran 12 x 12 m menghadap ke selatan, dengan pintu masuk ruang utama di sisi selatan dan timur. Ruang utama berbentuk bujur sangkar berukuran 8 x 8 m, tinggi plafonnya hanya 2,2m menjadikan flapon masjid ini lebih rendah dibandingkan dengan masjid masjid lain pada umumnya. Sementara di sisi selatan dan timur ruang utama terdapat serambi. Langit-langitnya ditutup dengan multiplek menutupi atap aslinya yang sudah termakan usia, Bagian kiri bangunan dulunya merupakan kolam untuk mencuci kaki sebelum masuk ke masjid, seperti di Masjid Agung Banten. Kini, kolam ini sudah tertutup ubin merah, sementara bekas sumurnya dikelilingi tembok melingkar dengan papan peringatan untuk tak lagi menggunakannya.
Di sisi kiri masjid tua itu, didirikan bangunan tambahan berupa pendopo berukuran 100m². Di sebelah tenggara terdapat bangunan kecil untuk WC berukuran 2 x 3 m. Dibelakang masjid terdapat beberapa makam tua para pendiri dan atau pengelola, yang tertata rapi
Tahun 1970 dilakukan pemugaran masjid oleh Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, dengan melakukan penggantian beberapa komponen atap dan pemberian lapisan pelindung berupa plastik pada bagian bawah atap agar terlindung dari kelembaban dan siraman air hujan, pembuatan tanggul di sisi utara masjid untuk melindungi masjid dan ancaman abrasi pantai. Kini masjid Al-Alam sudah diberi tambahan pagar beton sekeliling kawasan masjid dengan pintu masuk di sisi selatan, dengan halaman di bagian selatan. Di sebelah timur bangunan masjid terdapat sebuah bangunan tambahan berupa bangunan terbuka berbentuk empat persegi, yang digunakan untuk pengajian dan pertemuan-pertemuan lainnya. Di sebelah tenggara terdapat bangunan kecil untuk WC berukuran 2 x 3 m.
Meski ukurannya relatif kecil bahkan lebih mirip sebuah mushola, masjid ini begitu dicintai masyarakat sekitar. Setiap waktu sholat masjid in senantiasa dipenuhi oleh jemaah. Pendopo masjid ini menjadi tempat beristirahat bagi para pengunjung yang datang dari berbagai daerah yang berkunjung ke masjid bersejarah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar